CSE :)

Loading

Jumat, 09 November 2012

ATRESIA ESOFAGUS


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
                     Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkan dari ronggamulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastium posterior mulai dibelakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri. Fungsi utama esofagus adalahmenyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke lambung. Di dalam esofagus makananturun oleh peristaltik primer dan gaya berat terutama untuk makanan padat dan setengahpadat, serta peristaltik ringan. Penting sekali pada pendidikan dokter untuk mengenali kelainan-kelainan esofagusdiantaranya adalah atresia esofagus. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai denganterbentuknya hubungan antara esofagus dengan trakea yang disebut fistula trakeoesophageal(Tracheoesophageal Fistula/TEF). Bayi dengan atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai denganjumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali. Angkakeselamatan pada bayi dengan atresia esofagus berhubungan langsung terutama dengan beratbadan lahir, kelainan jantung, dan faktor resiko yang menyertai.Atresia Esofagus
I.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan  makalah ini untuk mengetahui apa itu atresia esofagus , etiologi , akibat , pencegahan dan penatalaksanaan atresia esofagus .






                                                                                                                             
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Atresia Esofagus
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

II.2. Epidemilogi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar
II.3. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.


II.4. Etiologi
            Atresia esophagus disebabkan oleh tumor esophagus dan bayi lahir prematur, tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke  lima.

II.5. Tanda dan Gejala

1.      Liur yang menetes terus menerus
2.      Liur berubuih
3.      Adanya aspirasi ketika bayi diberi minum ( bayi tersedak )
4.      Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dijalani
5.      Bayi akan mengalami batuk seperti tercekik saat bayi diberi minum
6.      Muntah yang proyektil

II.6. Klasifikasi Atresia Esofagus
vogt.jpg

Tipe A
AE tanpa fistel. Panjang segmen distal 1-2 cm diatas diafragma, gaster kecil karena tidak adanya cairan amnion yang masuk. Angka kejadian 5%.
Tipe B
AE dengan fistel pada segmen proksimal. Segmen distal pendek sehingga terjadi gap yang lebar. Angka  kejadian 1%
Tipe C
AE dengan fistel pada segmen diatal. Segmen proksimal buntu dengan panjang  minimal pada daerah C 7 dan maksimal pada daerah Th 5. Muskulus pada segmen proksimal tebal dengan diameter yang lebih besar dari segmen distal. Angka kejadian 86%.
Tipe D
AE dengan fistel dari segmen proksimal  dan distal. Gap esofagus  tidak lebar. Angka kejadian  3%.
Tipe E =
Tipe H =
Tipe N
TEF tanpa atresia esofagus. Fistel dapat timbul pada semua level dari Krikoid sampai dengan karina, dapat lebih dari 1. Pada umumnya pada tulang leher bawah atau torakal atas. Angka kejadian 3%


II.7. Diagnosis
·         Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya  atresia esophagus.
·         Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
·          Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
·          Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat  atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus  dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
·         Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus.  Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.

II.8. Penatalaksanaan
Sekali diagnosis atresia esofagus dibuat, persiapan harus dibuat untuk koreksi pembedahan. Orofaring dibersihkan, dan french tube di pasang untuk suction continous dari kantung atas esofagus, kepala bayi harus elevasi. Cairan Intra Vena (10% dextrose) dapat diberikan, O2 tetapi digunakan sebagai kebutuhan untuk pemeliharaan saturasi O2 normal. Pada janin dengan kegagalan respirasi. Endotrakeal intubasi harus dilakukan. Ventilasi bag-mask tidak dibutuhkan oleh karena dapat menyebabkan distensi lambung akut yang membutuhkan gastrotomi emergensi.
Jika diduga terjadi spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas (seperti ampicilin+gentamisin) harus diberikan. Beberapa sumber merekomendasikan memulai antibiotik intra vera secara empiris karena peningkatan resiko aspirasi. Bayi harus dipindahkan ke senter tersier yang memiliki NICU.
Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal kongenital yang lain. Radiografi dada harus dievaluasi secara hati-hati untuk mengetahui abromalitas skletal. Echokordiogram dan USG ginjal biasanya juga dibutuhkan.
Gastrotomi untuk dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan pnemonia signifikan atau atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung melewati fistel dan menuju trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi pulmonal atau anomali mayor yang lain biasanya menjalani perbaikan primer pada beberapa hari kehidupan, rata-rata harapan hidup pada pasien kelompok ini hampir 100%
Pembedahan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pneumonia atau anomali mayor yang lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi dengan malformasi mayor yang bersamaan diterapi dengan nutrisi parenteral, gastrotomi dan suction kantong atau sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata harapan hidup keluarga ini antara 80-95% anomali jantung khusunya merupakan penyebab kematian pada kasus yang lebih kompleks .(4,
1. Preoperatif
Sekali diagnosa Atresia Esofagus ditegakkan, bayi harus dipindahkan dari tempat bersalin ke sentral bedah anak / NICU. Kateter suction, terutama type lumen ganda (replogle catheter No.10 Frenchgauge) diletakkan pada kantong esofagus bagian atas untuk mensuction sekret & mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi ditempatkan pada inkubator sambil dimonitor tanda vitalnya.
Bayi preterm dengan distress pernapasan membutuhkan perhatian khusus. Dibutuhkan intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik. Ada resiko tambahan berupa distensi lambung berlebihan dan ruptur lambung akibat lepasnya gas-gas pernapasan turun melalui fustula distal ke lambung akibat meningkatnya resistensi pulmonar. Kejadian ini dapat di kurangi dengan memposisikan bagian akhir ETT pada distal entry dari fistula trakeo esofagus dan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Semua bayi dengan Atresia Esofagus harus dilakukan echocardiagram sebelum pembedahan ECHO akan menentukan kelainan struktur jantung atau pembuluh darah besar dan biasanya menunjukkan sisi kanan lengkungan aorta yang terjadi pada 2,5 % kasus.
Pada kasus ini, MRI merupakan metode pilihan untuk konfirmasi diagnosis Atresia Esofagus lengkungan aorta kanan akan menentukan sisi pendekatan pada operasi. Sekitar 25% bayi dengan tetralogi fallot lingkungan aorta akan berada disisi kanan.
2. Seleksi non - terapi (tidak diterapi)
Bayi dengan Potter Syndrome (Agenesis Renal Bilateral) dan trisomi 18 mempunyai angka kematian yang tinggi , maka pilihan terapinya non-active. Begitu juga dengan bayi dengan kelainan jantung mayor yang sama sekali tidak bisa diperbaiki atau dengan perdarahan intraventikular yang banyak harus dipertimbangkan penatalaksanaan non operatif.
3. Ligasi segera fistula trakeo esofagus distal
Pada umumnya, tindakan operasi pada Atresia Esofagus bukanlah kasus emergensi. Kecuali pada bayi preterm dengan sindroma distres pernapasan berat yang memerlukan dukungan ventilator. Gas dari ventilator turun melalui fistula distal menyebabkan distensi lambung yang pada akhirnya mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang meningkat, bisa menimbulkan ruptur menyebabkan tension pneumoperitoneum sehingga penggunaan ventilasi pun lebih sulit untuk dilakukan.
Dengan metode lama, keadaan ini diatasi dengan melakukan gastrotomi emergensi. Sayangnya, bayi pada umumnya meninggal karena ventilasi yang semakin memburuk akibat penurunan tekanan intragastrik yang tiba-tiba menyebabkan aliran bebas dari gas pernapasan melewati fistula trakheosofagus.
Banyak manuver telah dianjurkan termasuk memposisikan ETT distal dari fistula. Bagaimanapun, jika fistula terdapat setinggi carina, maka manuver ini mustahil untuk berhasil. Ada yang menganjurkan untuk menutup fistula dengan Kateter Fogarty melalui bronkoskopi. Bayi yang mengalami hal ini biasanya preterm dengan status respiratori yang buruk. Bronkoskopi caliber ukuran terkecil tidak akan menimbulkan ventilasi sementara dilakukan manuver dengan Kateter Fogarty pada distal esofagus dan pada bayi yang sianosis akan memperburuk kondisinya dan nantinya justru menyebabkan hipoksia.
Sejak tahun 1984, telah dianjurkan ligasi transpleura emergensi pada fistula trakea esofagus sebagai prosedur pilihan pada bayi dengan beberapa macam masalah. Ternyata ada peningkatan yang cukup dramatis pada pernapasannya sehingga perbaikan pada atresianya dapat diproses. Pada kebanyakan kasus, ligasi pada fistula dapat meningkatkan status pernapasan. Torakotomi, merupakan penyelesaian yang ditunda pada distress pernapasan agar dioperasi kembali dalam 8-10 hari untuk membagi fistula dan memperbaiki atresia esofagus. Terdapat resiko fistulalisasi berulang jika ada penundaan yang lama setelah ligasi dilakukan terbih dahulu.
4. Pendekatan Operatif
1. Penyambungan end to end anastomose dilakukan pada bayi dengan analisa gas darah yang normal, berat badan di atas >1200 gram dan tidak ada kelainan kongenital yang lain.
2. Perbaikannya berupa torakotomi dengan menutup fisula trakeoesofagus
3. Esofagogram dilakukan setelah 7-10 hari setelah operasi
4. Prediksi keberhasilan operasi sangat tergantung pada keadaan berat badan bayi, beratnya disfungsi pulmonal, dan adanya kelainan kongenital lain yang menyertai.
5. Perawatan Post operatif
Segera setelah operas pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut
1. Monitor pernafasan, suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
2. Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan analgetik diberi jika dibutuhkan
3. Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
4. Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
5. Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
6. Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan selang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

II.9. Komplikasi
Komplikasi- komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada Atresia Esofagus dan Fistula Atresia Esofagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50% bayi yang menjalani operasi ini akan mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esofagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat atau pembedahan.
3. Trakeoesogfagus Fistula berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertahannya makanan dan aspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan Atresia Esofagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSJpApRNJkFQkd4dhGVAz0gQtAxsdNov0dOfCKiIIqLmwXY9rMoEwBSgzQ

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6Ib46NGAOP-T1evPkHjYWEDWAc7-uqVNX4_ExKRcBFo8GqHXDLDciTUzjyR3Bg7_mciYlcfRTZHtQnx22uJDludzaTP0VeR99TwD8xFHjDKvc7cFZlaTvIVZlTV0aqP6JlV50GoPyF7b3/s1600/atresia+esofagus.GIF

http://tampabayweightloss.org/AdamImage.ashx?ID=19129















BAB III
PENUTUP


III.1. Kesimpulan
            Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia                         esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar