BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan
dan menyalurkan dari ronggamulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esofagus
berada di mediastium posterior mulai dibelakang lengkung aorta dan bronkus
cabang utama kiri. Fungsi utama esofagus adalahmenyalurkan makanan dan minuman
dari mulut ke lambung. Di dalam esofagus makananturun oleh peristaltik primer
dan gaya berat terutama untuk makanan padat dan setengahpadat, serta
peristaltik ringan. Penting sekali pada pendidikan dokter untuk mengenali
kelainan-kelainan esofagusdiantaranya adalah atresia esofagus. Pada kebanyakan
kasus, kelainan ini disertai denganterbentuknya hubungan antara esofagus dengan
trakea yang disebut fistula trakeoesophageal(Tracheoesophageal Fistula/TEF). Bayi
dengan atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai
denganjumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Angkakeselamatan pada bayi dengan atresia esofagus berhubungan langsung
terutama dengan beratbadan lahir, kelainan jantung, dan faktor resiko yang
menyertai.Atresia Esofagus
I.2. Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini untuk mengetahui
apa itu atresia esofagus , etiologi , akibat , pencegahan dan penatalaksanaan
atresia esofagus .
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Atresia Esofagus
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula).
Kelainan
lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata).
II.2. Epidemilogi
Atresia
esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14
kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi
dari traktus gastrointestinal.
Tahun 1941
seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan
operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus
sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika
Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup,
angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara
Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500
kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin
yang kembar
II.3. Patofisiologi
Janin dengan
atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin
dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju
trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus
dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea
juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C
seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior
trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering
dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk
dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps
secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks
gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
II.4. Etiologi
Atresia
esophagus disebabkan oleh tumor esophagus dan bayi lahir prematur, tapi tidak
semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang
tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan
tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
II.5. Tanda dan Gejala
1. Liur yang menetes terus menerus
2.
Liur berubuih
3.
Adanya aspirasi ketika bayi diberi minum ( bayi tersedak )
4.
Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dijalani
5.
Bayi akan mengalami batuk seperti tercekik saat bayi diberi minum
6. Muntah yang proyektil
II.6. Klasifikasi Atresia Esofagus
Tipe A
|
AE tanpa fistel.
Panjang segmen distal 1-2 cm diatas diafragma, gaster kecil karena tidak
adanya cairan amnion yang masuk. Angka kejadian 5%.
|
Tipe B
|
AE dengan fistel
pada segmen proksimal. Segmen distal pendek sehingga terjadi gap yang lebar. Angka
kejadian 1%
|
Tipe C
|
AE dengan fistel
pada segmen diatal. Segmen proksimal buntu dengan panjang minimal pada
daerah C 7 dan maksimal pada daerah Th 5. Muskulus pada segmen proksimal
tebal dengan diameter yang lebih besar dari segmen distal. Angka kejadian
86%.
|
Tipe D
|
AE dengan fistel
dari segmen proksimal dan distal. Gap esofagus tidak lebar. Angka
kejadian 3%.
|
Tipe E =
Tipe H =
Tipe N
|
TEF tanpa atresia
esofagus. Fistel dapat timbul pada semua level dari Krikoid sampai dengan
karina, dapat lebih dari 1. Pada umumnya pada tulang leher bawah atau torakal
atas. Angka kejadian 3%
|
II.7. Diagnosis
·
Biasanya disertai
denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi
bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan
bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus
didiga adanya atresia esophagus.
·
Bila pada bayi
baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus
dicurigai adanya atresia esfagus.
·
Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis,
batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
·
Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks
yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih
pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
·
Perlu dibedakan
pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang
atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat
terlihat pada foto abdomen.
II.8. Penatalaksanaan
Sekali
diagnosis atresia esofagus dibuat, persiapan harus dibuat untuk koreksi
pembedahan. Orofaring dibersihkan, dan french tube di pasang untuk suction
continous dari kantung atas esofagus, kepala bayi harus elevasi. Cairan
Intra Vena (10% dextrose) dapat diberikan, O2 tetapi digunakan
sebagai kebutuhan untuk pemeliharaan saturasi O2 normal. Pada janin
dengan kegagalan respirasi. Endotrakeal intubasi harus dilakukan. Ventilasi bag-mask
tidak dibutuhkan oleh karena dapat menyebabkan distensi lambung akut yang
membutuhkan gastrotomi emergensi.
Jika diduga terjadi
spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas (seperti
ampicilin+gentamisin) harus diberikan. Beberapa sumber merekomendasikan memulai
antibiotik intra vera secara empiris karena peningkatan resiko aspirasi. Bayi
harus dipindahkan ke senter tersier yang memiliki NICU.
Sebelum pembedahan,
bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal kongenital yang lain. Radiografi dada
harus dievaluasi secara hati-hati untuk mengetahui abromalitas skletal.
Echokordiogram dan USG ginjal biasanya juga dibutuhkan.
Gastrotomi untuk
dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan pnemonia signifikan atau
atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung melewati fistel dan menuju
trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi pulmonal atau anomali mayor yang lain
biasanya menjalani perbaikan primer pada beberapa hari kehidupan, rata-rata
harapan hidup pada pasien kelompok ini hampir 100%
Pembedahan ditunda
pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pneumonia atau anomali mayor yang
lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi dengan malformasi mayor yang bersamaan
diterapi dengan nutrisi parenteral, gastrotomi dan suction kantong atau
sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata harapan hidup keluarga ini antara
80-95% anomali jantung khusunya merupakan penyebab kematian pada kasus yang
lebih kompleks .(4,
1. Preoperatif
Sekali diagnosa
Atresia Esofagus ditegakkan, bayi harus dipindahkan dari tempat bersalin ke
sentral bedah anak / NICU. Kateter suction, terutama type lumen ganda (replogle
catheter No.10 Frenchgauge) diletakkan pada kantong esofagus bagian atas
untuk mensuction sekret & mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi
ditempatkan pada inkubator sambil dimonitor tanda vitalnya.
Bayi preterm dengan
distress pernapasan membutuhkan perhatian khusus. Dibutuhkan intubasi
endotrakhea dan ventilasi mekanik. Ada resiko tambahan berupa distensi lambung
berlebihan dan ruptur lambung akibat lepasnya gas-gas pernapasan turun melalui
fustula distal ke lambung akibat meningkatnya resistensi pulmonar. Kejadian ini
dapat di kurangi dengan memposisikan bagian akhir ETT pada distal entry dari
fistula trakeo esofagus dan memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Semua bayi dengan
Atresia Esofagus harus dilakukan echocardiagram sebelum pembedahan ECHO akan
menentukan kelainan struktur jantung atau pembuluh darah besar dan biasanya
menunjukkan sisi kanan lengkungan aorta yang terjadi pada 2,5 % kasus.
Pada kasus ini, MRI
merupakan metode pilihan untuk konfirmasi diagnosis Atresia Esofagus lengkungan
aorta kanan akan menentukan sisi pendekatan pada operasi. Sekitar 25% bayi dengan tetralogi fallot lingkungan
aorta akan berada disisi kanan.
2. Seleksi non - terapi (tidak diterapi)
Bayi dengan Potter Syndrome (Agenesis Renal Bilateral) dan trisomi
18 mempunyai angka kematian yang tinggi , maka pilihan terapinya non-active.
Begitu juga dengan bayi dengan kelainan jantung mayor yang sama sekali tidak
bisa diperbaiki atau dengan perdarahan intraventikular yang banyak harus
dipertimbangkan penatalaksanaan non operatif.
3. Ligasi segera fistula trakeo esofagus distal
Pada umumnya, tindakan operasi pada Atresia Esofagus bukanlah kasus
emergensi. Kecuali pada bayi preterm dengan sindroma distres pernapasan berat
yang memerlukan dukungan ventilator. Gas dari ventilator turun melalui fistula
distal menyebabkan distensi lambung yang pada akhirnya mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang meningkat, bisa menimbulkan ruptur
menyebabkan tension pneumoperitoneum sehingga penggunaan ventilasi pun lebih
sulit untuk dilakukan.
Dengan metode lama, keadaan ini diatasi dengan melakukan gastrotomi
emergensi. Sayangnya, bayi pada umumnya meninggal karena ventilasi yang semakin
memburuk akibat penurunan tekanan intragastrik yang tiba-tiba menyebabkan
aliran bebas dari gas pernapasan melewati fistula trakheosofagus.
Banyak manuver telah dianjurkan termasuk memposisikan ETT distal dari
fistula. Bagaimanapun, jika fistula terdapat setinggi carina, maka manuver ini
mustahil untuk berhasil. Ada yang menganjurkan untuk menutup fistula dengan Kateter Fogarty melalui
bronkoskopi. Bayi yang mengalami hal ini biasanya preterm dengan status
respiratori yang buruk. Bronkoskopi caliber ukuran terkecil tidak akan
menimbulkan ventilasi sementara dilakukan manuver dengan Kateter Fogarty pada
distal esofagus dan pada bayi yang sianosis akan memperburuk kondisinya dan
nantinya justru menyebabkan hipoksia.
Sejak tahun 1984, telah dianjurkan ligasi transpleura emergensi pada
fistula trakea esofagus sebagai prosedur pilihan pada bayi dengan beberapa
macam masalah. Ternyata ada peningkatan yang cukup dramatis pada pernapasannya
sehingga perbaikan pada atresianya dapat diproses. Pada kebanyakan kasus,
ligasi pada fistula dapat meningkatkan status pernapasan. Torakotomi, merupakan
penyelesaian yang ditunda pada distress pernapasan agar dioperasi kembali dalam
8-10 hari untuk membagi fistula dan memperbaiki atresia esofagus. Terdapat
resiko fistulalisasi berulang jika ada penundaan yang lama setelah ligasi
dilakukan terbih dahulu.
4. Pendekatan Operatif
1. Penyambungan end to end anastomose
dilakukan pada bayi dengan analisa gas darah yang normal, berat badan di atas
>1200 gram dan tidak ada kelainan kongenital yang lain.
2. Perbaikannya berupa torakotomi dengan menutup
fisula trakeoesofagus
3. Esofagogram dilakukan setelah 7-10 hari setelah
operasi
4. Prediksi keberhasilan operasi sangat tergantung
pada keadaan berat badan bayi, beratnya disfungsi pulmonal, dan adanya kelainan
kongenital lain yang menyertai.
5. Perawatan Post
operatif
Segera setelah operas
pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut
1. Monitor pernafasan, suhu tubuh, fungsi jantung
dan ginjal
2. Oksigen perlu diberikan dan ventilator
pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan analgetik diberi jika dibutuhkan
3. Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna
mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
4. Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi
fungsi esofagus
5. Bayi diberikan makanan melalui tube yang
terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui
intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
6. Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan selang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada
terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan
esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk
monitor fungsi esofagus.
II.9. Komplikasi
Komplikasi- komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada
Atresia Esofagus dan Fistula Atresia Esofagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding
esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan
dan minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50% bayi yang
menjalani operasi ini akan mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esofagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat atau pembedahan.
3. Trakeoesogfagus Fistula berulang. Pembedahan
ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah
tertahannya makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya
ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini
berhubungan dengan proses menelan makanan, tertahannya makanan dan aspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum
setelah operasi perbaikan Atresia Esofagus, hal ini disebabkan kelemahan dari
trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang
menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Athresia
Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan
pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai
yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia
esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada
esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu,
sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan
trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus
dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk
kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar